Oleh: Rio Dwi Seprianto,S.Sn
(Pelaku dan pengamat seni)
Sekilas flashback mencermati beragam karya-karya
seni lukis yang berkembang di Indonesia pada
rentang dasawarsa ini. Terjadi persoalan fundamental yang mengakibatkan
perubahan signifikan khususnya dekadensi seni (art decadention) pada paradigma lukisan. Jika di amati secara kasat
mata persoalan tersebut terdapat dua factor penting, pertama; adanya
penyimpangan estetika yang kian marak sebagai upaya representasi dari
visualisasi karya. Munculnya aliran atau gaya baru yang
bertolak belakang dengan devinisi seni merupakan cikal bakal dekadensi tersebut. Seni sebagai
perwakilan dari suatu bentuk keindahan berubah menjadi seni sebagai retorika yang hanya mengutamakan kekuatan konsep tanpa memperhatikan estetika penampilan karya. Peristiwa ini terjadi disebabkan transisi
seniman (sebagai pelaku seni) yang notabane merupakan objek atau pelaku utama
dari lukisan yang sudah tidak berada pada horizon estetika itu sendiri. Sehingga lukisan sebagai subjeck matter menjadi polemic,
kritikal dan perdebatan yang tidak ada habisnya.
Tidak bisa
dipungkiri bahwa pada hakekatnya tujuan akhir dari pelukis adalah memamerkan
karyanya kepada khalayak ramai atau masyarakat luas sehingga terjadi kompensasi
dan hubungan mutualistis antar pelaku seni dan masyarakat seni khususnya. Ketika seniman sudah berpameran di
berbagai event “kecil maupun besar”
bukan tidak mungkin seniman tersebut sudah memiliki nama yang cukup dikenal di
kalangan pecinta seni, seperti kurator,
kolektor, kritikus seni, kolekdol, dan pengamat seni.
Faktor
kedua dari masalah tersebut erat hubungannya dengan individu pelukis yang di asumsikan mengalami
kejenuhan dalam berkarya. Hal ini konon dipersepsikan sebagai titik akhir dari proses
berkesenian khusunya dalam proses berkarya sesuai teknik dan gaya yang ditekuni. pelukis sudah bosan atau tidak berkeinginan lagi berkaya disebabkan teknik atau gaya tersebut sudah lazim dan besar kemungkinan sudah tidak di minati pangsa seni. Fenomena inilah
yang mengakibatkan karya-karya yang
lahir berubah total menjadi bentuk-bentuk anomaly atau tidak
wajar dari perspektif kontek seni yang sesungguhnya. Karya-karya tersebut di klaim sebagai
karya penyimpangan yang tidak sesuai dengan kaidah-kaidah dan prinsip seni yang benar dan yang sudah disepakati secara akademis. Persepsi di atas bagi
pelaku seni yang mengalami proses demikian terdoktrin secara psikologis baik fisik,
mental dan fikirannya dianggap sudah terganggu. Bukankah lukisan pada prinsipnya adalah sebuah bentuk komunikasi berupa pesan yang disampakan kepada orang yang melihatnya. ketika lukisan tersebut tidak mampu berkumunikasi kepada orang yang melihanya atau lukisan tersebut hanya mampu berbicara untuk individu pelukisnya, hal ini dianggap sebagai bentuk naurosis.