Kamis, 03 September 2009

REFLEKSI TEORI KRITIK SENI HOLISTIK

                                Relief Budaya Kampar 6 x 12 Meter 




Abstrak
Kritik seni sudah lama dikenal dalam dalam dunia seni maupun sastra. Dalam dunia pendidikan maupun penelitian pun sudah banyak diterapkan. Walaupun semula, seperti sifatnya yang evaluatif, pendekatan kritik seni digunakan untuk penelitian evaluatif, namun dalam perkembangannya dapat digunakan untuk jenis penelitian lainnya baik penelitian dasar maupun terapan karena sebenarnya dalam pendekatan ini ada aspek deskriptif, interpretatif, dan aspek evaluatif.Pendekatan kritik seni yang dalam analisisnya menggunakan tiga faktor seperti faktor genetik, objektif, dan afektif dapat memecahkan masalah penelitian secara komprehensip seperti sifat penelitian kualitatif yang fenomenologis dan hermeneutik. Sifatnya yang lentur, pendekatan ini dirasa sangat aplikatif untuk penelitian-penelitian pada umumnya lebih khusus lagi untuk penelitian dalam cabang ilmu humaniora.

Kata kunci : pendekatan kritik seni holistik, refleksi, fenomeologi, hermeneutik

A. Pendahuluan
Tidak bisa dipungkiri bahwa penelitian naturalistik yang dikenal secara luas sebagai penelitian kualitatif mengalami perkembangan yang sangat pesat dengan berbagai bentuknya. Istilahnya pun bisa bermacam-macam misalnya penelitian naturalistik, pascapositivistik, etnografi, fenomenologis, hermeneutik, subjektif, interpretif, humanistik, dan studi kasus. Biasanya istilah-istilah ini muncul karena adanya penekanan pandangan yang berbeda yang dianggap lebih penting yang mendorong untuk memilih istilah khusus untuk membedakan dengan azas mereka dengan azas yang lain (Lincoln & Guba, 1985). Menurut Sutopo (1995 : 4) pilihan istilah seperti disebut di atas sering didasarkan pada bidang ilmu yang menggunakannya, misalnya penelitian naturalistik datang dari sosiologi, etnografi datang dari antropologi, dan studi kasus datang dari psikologi.
Penelitian kualitatif bersifat sangat lentur sehingga sangat terbuka bagi bidang-bidang ilmu secara luas. Dalam segi disainnya, misalanya, penelitian kualitatif bisa bergerak luwes mengikuti irama interpretasi, refleksi, yang juga bisa bersifat subjektif. Penyusunannya bisa disesuaikan dengan kondisi sebenarnya yang dijumpai di lapangan. Itulah sebabnya penganut aliran positivisme sangat menentangnya. Mereka memandang penelitian kualitatif tidak ilmiah. Namun demikian, perdebatan panjang ini malah berdampak positif terutama dalam meningkatkan kemantapan paradigma penelitian kualitatf, terutama dalam metodologinya. Guba (1985) adalah salah satu tokoh kuantitatif yang banyak mengkritik pandangan positifisme sebagai aliran penelitian kuantitatif yang dianggap kurang memadai.
Aktivitas penelitian kualitatif sangat kuat diwarnai oleh tafsir hermeneutik yang mengarahkan pada penafsiran ekspresi yang penuh makna dan dilakukan dengan sengaja oleh manusia. Setiap karya maupun peristiwa selalu memiliki makna sebagai hasil interpretasi para pelaku atau pembuat karyanya. Karya seni misalnya, merupakan hasil interpretasi atas sesuatu, jika sampai pada pengamat karya tersebut harus diinterpretasi pula. Dalam penelitian kualitatif alur disainnya mirip dengan proses pengamatan seni yang sering disebut kritik seni. Peneliti tidak pernah menganggap bahwa setiap deskripsi bersifat definitif, seperti halnya dalam penelitian kuantitatif. Tidak ada kesimpulan yang bersifat general. Sesuai dengan sifatnya yang fenomenologis, bisa saja beda tafsir jika ada dua pengamat seni atau peneliti yang mengamati suatu subjek. Jika fenomenanya mendukung maka deskripsinya dapat dipertanggung jawabkan. Karena menyangkut penafsiran tesebut maka tidak lepas dari penelitinya dan yang diteliti (teks). Dalam menafsirkan sebuah karya seni, bisa disebut teks, sebuah hasil penafsiran sepenuhnya ada di tangan peneliti. Penafsiran termasuk evaluasi sebuah karya seni memerlukan tahap-tahap dan aspek-aspek yang dikaji. Tahap-tahap ini sesuai dengan yang ada pada penelitian kualitatif.Istilah kritik seni sudah lama didengungkan oleh para peneliti seni, kritikus seni maupun pemerhati sastra. Bahkan, dalam bidang ilmu lain, kritik seni dapat digunakan. Dalam disiplin ilmu humaniora, misalnya, Eliot Eisner (1979:1983) menganjuran perlunya penelitian dan evaluasi dengan menggunakan pendekatan kritik seni. Seperti halnya sifat kegiatan kritis yang bersifat evaluatif, kegiatan Eisner ini lebih memfokuskan kepada aktivitas evaluasi program pendidikan. Dari pengalaman penelitian-penelitiannya Eisner semakin mantap dan mempertegas bahwa kritik mampu menyajikan tiga aspek pokok dalam evaluasi, yaitu (1) aspek deskriptif, (2) aspek interpretative, dan (3) aspek evaluatif (Sutopo : 1995:6).Adalah HB. Sutopo yang sejak tahun 1990-an lebih gencar mendengungkan kritik seni dan selanjutnya kritik seni holistik di Indonesia sebagai sebuah pendekatan penelitian kualitatif. Beberapa usaha telah dipaparkannya sekaligus diterapkan dalam penelitian-penelitiannya, di lingkungan akademiknya, maupun masyarakat akademik pada umumnya.Pendekatan kritik seni yang dianggap sangat komprehensif dianggap para praktisi penelitian dan akademisi cukup layak diterapkan dalam penelitian kualitatif. Pendekatan ini juga sekaligus menutup bebarapa kekurangan yang sering dialami beberapa pendekatan yang masih dianggap berat sebelah dalam memecahkan sebuah masalah misalnya pendekatan historis, formalis, maupun pendekatan lain yang dianggap kurang komprehensif untuk memecahkan suatu masalah penelitian.Masalah ini juga sering penulis jumpai pada penelitian-penelitian mahasiswa yang mengupas suatu permasalahan hanya permukaan saja yang juga hanya dilihat dari satu sisi saja tanpa melihat sisi lain yang juga mempengaruhi suatu karya, maupun program, atau peristiwa. Namun demikian, dalam perkembangannya ide pendekatan kritik seni ini bukan tidak mendapat hambatan atau pertentangan. Masih banyak praktisi penelitian maupun para akademisi meragukan pendekatan ini, apalagi jika diterapkan untuk semua bidang ilmu dalam penelitian kualitatif. Pertaanyaan sederhana pernah disampaikan beberapa peneliti seni, “Bagaimana jika yang diteliti atau pecipta karya, atau program sudah meninggal dunia?” Pertanyaan yang selalu ditanyakan bagi peneliti selain seni adalah “Bagaimana mungkin sebuah pendekatan penelitian seni yang memiliki karakter tersendiri bisa diterapkan umntuk penelitian pada umumnya?”.Tulisan ini sedikit memaparkan teori tentang kritik seni dan kritik seni holistik, dan juga hubungannya dengan penelitian kualitatif. Paparan ini juga merupakan refleksi sebuah teori yaitu kritik seni yang dimulai dari definisi, baik dari bagian-bagian teori tersebut dan hubungannya satu sama lain termasuk dalam penelitian kualitatif

Tidak ada komentar:

Posting Komentar