Jumat, 13 September 2013

FENOMENA SENILUKIS YANG MENITIK BERATKAN PADA KEKUATAN KONSEP


Oleh: Rio Dwi Seprianto,S.Sn
(Pelaku dan pengamat seni)

Sekilas flashback mencermati beragam karya-karya seni lukis yang berkembang di Indonesia pada  rentang dasawarsa ini. Terjadi persoalan fundamental yang mengakibatkan perubahan signifikan khususnya dekadensi seni (art decadention) pada paradigma lukisan. Jika di amati secara kasat mata persoalan tersebut terdapat dua factor penting, pertama; adanya penyimpangan estetika yang kian marak sebagai upaya representasi dari visualisasi karya. Munculnya aliran atau gaya baru yang bertolak belakang dengan devinisi seni merupakan cikal bakal dekadensi tersebut. Seni sebagai perwakilan dari suatu bentuk keindahan berubah menjadi seni sebagai retorika yang hanya mengutamakan kekuatan konsep tanpa memperhatikan estetika penampilan karya. Peristiwa ini terjadi disebabkan transisi seniman (sebagai pelaku seni) yang notabane merupakan objek atau pelaku utama dari lukisan yang sudah tidak berada pada horizon estetika itu sendiri.  Sehingga lukisan sebagai subjeck matter menjadi polemic, kritikal dan perdebatan yang tidak ada habisnya.
Tidak bisa dipungkiri bahwa pada hakekatnya tujuan akhir dari pelukis adalah memamerkan karyanya kepada khalayak ramai atau masyarakat luas sehingga terjadi kompensasi dan hubungan mutualistis antar pelaku seni dan masyarakat seni khususnya. Ketika seniman sudah berpameran di berbagai event “kecil maupun besar” bukan tidak mungkin seniman tersebut sudah memiliki nama yang cukup dikenal di kalangan pecinta seni, seperti  kurator, kolektor, kritikus seni, kolekdol, dan pengamat seni. 
           Faktor kedua dari masalah tersebut erat hubungannya dengan individu pelukis yang di asumsikan mengalami kejenuhan dalam berkarya. Hal ini konon dipersepsikan sebagai titik akhir dari proses berkesenian khusunya dalam proses berkarya sesuai teknik dan gaya yang ditekuni. pelukis sudah  bosan atau tidak berkeinginan lagi berkaya disebabkan teknik atau gaya tersebut sudah lazim dan besar kemungkinan sudah tidak di minati pangsa seni. Fenomena inilah yang  mengakibatkan karya-karya yang lahir berubah total menjadi bentuk-bentuk anomaly atau tidak wajar dari perspektif kontek seni yang sesungguhnya. Karya-karya tersebut di klaim sebagai karya penyimpangan yang tidak sesuai dengan kaidah-kaidah dan prinsip seni yang benar dan yang sudah disepakati secara akademis. Persepsi di atas bagi pelaku seni yang mengalami proses demikian terdoktrin secara psikologis baik fisik, mental dan fikirannya dianggap sudah terganggu. Bukankah lukisan pada prinsipnya adalah sebuah bentuk komunikasi  berupa pesan yang disampakan kepada orang yang melihatnya. ketika lukisan tersebut tidak mampu berkumunikasi kepada orang yang melihanya atau lukisan tersebut hanya mampu berbicara untuk individu pelukisnya, hal ini dianggap sebagai bentuk naurosis.

Senin, 20 Mei 2013

Hang Jebat



Hana Amira & riodwiseprianto




 Hang Jebat ,Pencil on Paper 




Selayang kisah;
Hang Jebat adalah saudara seperguruan Hang tuah yang mati ditangan hang tuah. tertikam karena keinginannya sendiri, oleh keris yang bernama patih kursanih demi menutup semua kisah yang penuh dengan konflik dan pransangka dendam membakar yang bersemayam di benaknya. DJebat yang semula murka karena kematian hang tuah mengamuk dan memberontak kepada kerajaan Melaka dan membumi hanguskan prajurit2 melaka hingga membunuh datuk  bendahara, djebat berjalan membela Hang tuah, namun perbuatannya telah membunuh ribuan orang tak berdosah hingga Hangtuah di keluarkan dari penjara dan di utus untuk membunuh Hang djebat.




Arsila Khairunisa & riodwiseprianto

Kamis, 14 Maret 2013

Galeri Ruang Lukisan